The dawn of peace must begin with the light of justice. —Kofi Annan
Sudah setahun lebih Rusia menginvasi Ukraina, namun belum ada titik terang tentara Rusia bisa menguasai negeri ini. Pasukan Rusia harus diakui kewalahan menghadapi taktik dan semangat juang tentara Ukraina yang sejengkal pun tidak ikhlas Rusia menduduki tanahnya..
Ketika menulis naskah ini, tentara Rusia bahkan kesulitan menaklukan kota kecil Bakhmut di Ukraina yang hanya terletak 130 kilometer dari perbatasan Rusia. Artinya, untuk maju dan menguasai Ibu Kota Ukraina, Kiev, masih terlalu jauh bagi tentara Rusia. Kendati demikian, Vladimir Putin, Presiden Rusia terkesan belum mau menarik pasukannya.
Sudah 30 resolusi dikeluarkan PBB untuk menghentikan perang kedua negara, namun tidak ada hasil. Bahkan eskalasi perang semakin mengkhawatirkan, karena beberapa negara anggota NATO, seperti Polandia dan Slovakia malah mengirim pesawat tempur MIG ke Ukraina. Perang ini juga sepertinya berpotensi menyeret Cina ke pusaran konflik.
Belum lama PBB, melalui International Criminal Court mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Vladimir Putin. ICC akan mengadili Putin yang tidak ada bedanya dengan para penjahat atau kriminal.
Efektifkah ICC Mengadili Putin?
ICC berdiri 1 Juli 2002 lima tahun setelah ratusan negara meratifikasi traktat Roma pada 17 Juli 1998. Traktat Roma ini menjadi kerangka dasar berdirinya ICC. Semangatnya adalah ingin menjadikan dunia lebih baik, aman dan berdasarkan supremasi hukum. Selain itu, berdirinya ICC merupakan terobosan penting atau milestones karena masyarakat internasional kini memiliki institusi hukum atau pengadilan untuk menyeret para penjahat perang dan kemanusiaan ke meja hijau.
ICC merupakan lembaga yang tidak berada dibawah naungan PBB. Sebaliknya lembaga ini berdiri sendiri dan legalitasnya berdasarkan Statuta Roma yang beranggota sekitar 123 negara, kecuali Rusia dan Amerika Serikat.
Selama ini ICC memang pernah mengadili sejumlah mantan presiden, seperti Presiden Yugoslavia. Slobodan Milosevic, Presiden Rwanda, Paul Kagame, Presiden Sudan, Omar al – Bashir, Presiden Negara Pantai Gading, Laurent Gbagbo dan beberapa petinggi lainnya. Namun sebagian besar, mereka adalah presiden dari negara-negara di Afrika yang notabene tidak berpengaruh besar. Maka, tidak heran, Kenya pernah menarik diri dari ICC, karena lembaga ini dinilai dibentuk hanya untuk mengadili negara-negara Afrika yang miskin dan lemah.
Kini ICC mendapat tantangan baru. Tersangka kali ini adalah Vladimir Putin, Presiden Rusia, sebuah negara yang besar dan berpengaruh. Pertanyaannya bisakah ICC menyeret Putin sebagai kriminal atau penjahat perang ke markas ICC di Denhaag, Belanda. Inilah yang menimbulkan banyak keraguan dan pesimis.
Dalam portal resmi ICC secara spesifik mencantumkan tuduhan kejahatan perang terhadap Vladimir Putin. Putin didakwa telah mendeportasi dan memindahkan secara paksa (unlawful) populasi penduduk yang sebagian besar anak-anak dari Ukraina ke wilayah Federasi Rusia.
Kendati dalam peperangan para pihak yang bertikai harus menghormati aturan atau norma yang tidak tertulis. Namun Rusia mengabaikan hal ini. UNHCR mencatat, sejak Maret 2023, sekitar 8200 warga sipil Ukraina tewas dan 13,700 lainnya luka-luka. Ini belum terhitung tentara yang tewas di kedua belah pihak serta hancurnya bangunan sipil, seperti rumah sakit, sekolah hingga bangunan rumah dan apartemen. Tindakan Putin jelas sudah menjungkirbalikan Konvensi Jenewa, Hukum Internasional dan prinsip serta kebiasaan yang mengatur hubungan antar negara yang tegas melarang membunuh warga sipil.
Melihat kenyataan dan fakta tersebut di atas, Putin seharusnya bertanggung jawab dan diadili sebagai penjahat perang. Namun menangkap dan menyeret Putin ke Denhaag, Belanda tidak semudah membalikan tangan.
Beberapa poin yang menjadi kendala ICC mengadili Vladimir Putin, yakni
- Rusia tidak meratifikasi Statuta Roma yang berarti Rusia tidak mengakui keberadaan ICC.
- Faktor kekuasaan berpengaruh dan menentukan hukum internasional. Secara politik, Putin tidak akan tunduk mengingat Rusia adalah negara besar dan berpengaruh. Tindakan ICC mengadili Putin bisa memicu gejolak politik di Rusia dan negara-negara barat menghindari hal tersebut.
- ICC tidak memiliki pasukan atau polisi yang bisa menangkap Putin mengingat sosok yang satu ini masih memiliki pengaruh kuat dari kalangan oligarki di Rusia. Putin pasti akan dilindungi.
- Rusia bukan negara-negara di Afrika yang miskin dan bergejolak. Menangkap dan mengadili Putin pasti akan mendapat reaksi keras dari rakyat Rusia.
- Cina dan beberapa negara, seperti India dan Turki dan Iran akan mengecam tindakan ICC dan bisa memperkeruh situasi.
- Putin diyakini tidak akan meninggalkan negaranya karena faktor keamanan, sehingga jangan berharap ICC bisa menangkap dia saat berada di luar Rusia.
Tidak ada jalan lain, selain membiarkan Putin hingga akhir masa jabatannya atau tumbang akibat perpecahan di kalangan internal di Kremlin sambil Barat dan dunia internasional terus melakukan upaya diplomatik untuk mengakhiri perang.
Sepertinya tidak ada jalan lain, selain membiarkan Putin hingga akhir masa jabatannya atau tumbang akibat perpecahan di kalangan internal di Kremlin sambil terus melakukan upaya diplomatik untuk mengakhiri perang. Dalam hukum internasional persoalan yang paling sering diperdebatkan adalah efektivitas Law Enforcement atau penegakan hukum. Selama negara masih berpegang pada paham kedaulatan, hukum internasional akan sangat bergantung pada kesepakatan antar negara. Tidak salah mengatakan, hanya negara besar yang bisa menentukan yang mana hukum dan yang mana bukan.
Atau ingat saja ungkapan mantan Presiden AS, George Walker Bush
” International law? I better call my lawyer; he didn’t bring that up to me”